Monday, October 19, 2009

TPI Siapkan Fakta Hukum Baru

JAKARTA - PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) sudah menyiapkan fakta hukum baru dalam pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) Selasa mendatang. Pengajuan fakta baru ini menyusul keputusan Pengadilan Niaga (PN) Jakarta Pusat yang mengabulkan permohonan pailit PT Crown Capital Global Limited (CCGL).

"Kalau pengajuan kasasi itu pasti karena klien kami memang tidak salah. Kami sudah mempersiapkan beberapa fakta hukum yang menjadi alat bukti yang sebelumnya tidak diungkapkan majelis hakim, kata kuasa hukum PT TPI Marx Andryan, di Jakarta, Minggu (18/10/2009).

Dalam kasasi tersebut, lanjut Marx, akan dibuktikan bahwa putusan PN Jakpus adalah salah. Pasalnya, banyak fakta hukum yang terungkap di persidangan justru tidak dijadikan pertimbangan. "Kita akan ajukan fakta-fakta hukum yang tidak dipertimbangkan," tegas dia.

Fakta hukum yang dimaksud, salah satunya adalah bukti pelunasan utang senilai USD53 juta yang terlihat dari adanya rekening koran BNI tidak dianggap sebagai sebuah fakta hukum yang harusnya dapat menguntungkan pihaknya. Namun, hal tersebut tidak menjadi pertimbangan. "Itu kan sebagai paying agent, bukti itu sah seharusnya," jelas dia.

Dijabarkanya, bukti adanya surat utang dari pemohon melalui keterangan PT Bhakti Investama sebagai placement agent atau agen penempatan dan arranger juga tidak diungkapkan. "Peralihan dari Fillagio ke Crown itu adalah rekayasa, itu tidak pernah dipertimbangkan," ungkap dia.

Hal yang tidak dipertimbangkan lainnya yakni, jajaran Pengurus PT TPI dibawah naungan PT Global Mediacom (MNC), sebagai pemilik baru, dinilai tidak tahu menahu mengenai adanya surat utang obligasi senilai USD 53 juta yang digugat pemohon pailit PT CCGL. "Karena dulu masih dikontrol pemilik lama," kata Marx.

Karena itu, lanjut Marx, PT MNC sebagai pemilik baru TPI saat ini tidak dapat dimintai pertanggungjawaban mengenai adanya jumlah utang tersebut, yang berupa surat obligasi jangka panjang. "Pokoknya, banyak celah yang tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim," katanya.

Corporate Secretary TPI Wijayakusuma Soebroto memastikan, TPI akan memenangkan kasus gugatan palitit tersebut karena TPI memang tidak memiliki utang seperti yang dituduhkan. Apalagi, objek dan subjek dalam perkara tersebut tidak jelas. Kemanfaatan TPI selama ini juga akan dijadikan bahan pertimbangan untuk dijadikan dorongan dalam melakukan kasasi, kata Wijayakusuma saat dihubungi terpisah.

Wijaya menyesalkan putusan pailit TPI karena selama ini perusahaan media itu sudah sangat bermanfaat bagi masyarakat, sebagai media informasi dan hiburan bagi rakyat. Apalagi, dalam putusan pailit di Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakpus dinilainya sangat janggal, mengingat ada sejumlah fakta hukum yang tidak menjadi pertimbangan dalam mengambil putusan.

Wijayakusuma berencana mengadukan persoalan ini ke Komisi Yudisial (KY). Hal ini didasarkan, banyaknya kejanggalan dalam putusan Pengadilan Niaga yang memailitkan TPI. "Kita akan laporkan ini ke KY, tapi kita konsentrasi dulu pada proses kasasinya," kata dia.

Mantan Direktur Keuangan PT TPI, yang kini menjabat direktur program, Erwin Andersen kembali menegaskan, sesuai catatan keuangan TPI, dia tidak pernah melihat atau menemukan catatan atau laporan utang. "Laporan keuangan itu sudah disetuji oleh RUPSL dan juga telah diaudit oleh akuntan publik," katanya.

Sepengatahuan Erwin, TPI telah melakukan pelunasan utang tersebut pada tanggal 27 Desember 1996 melalui Bank BNI. Karena itu, Erwin tidak begitu menanggapi pengajuan hak tagih oleh Sadik Wahono. Erwin sendri bertemu dengan Sadik bersama dengan Rudi hanya dua kali, yakni di Pacific Palace dan JW Marriott.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) Thahir Saimima mengaku belum bisa memberikan komentar banyak menyangkut putusan pailit PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) menyusul keputusan Pengadilan Niaga (PN) Jakarta Pusat yang mengabulkan permohonan pailit PT CCGL. "Saya belum bisa kasih komentar dulu karena belum baca langsung putusan pailit itu," kata Thahir Saimima.

Thahir mengatakan, majelis hakim memiliki hak penuh untuk memutuskan pailit tidaknya satu perusahaan atas permohonan pemohon. Namun, hal itu tidak lantas memupus tergugat (TPI) untuk melakukan upaya hukum lebih tinggi yakni kasasi. Kalau memang tidak puas ajukan kasasi saja dulu.

KY, kata dia, siap menerima pengaduan dan menindaklanjuti jika dalam putusan hakim tersebut mengandung kejanggalan. Apalagi, jika dalam memutus perkara tersebut ada unsur menyalahi kode etik prilaku hakim. "Laporan akan kita terima, tapi laporan kan nada yang subjektif dan ada pula yang objektif. Kita lihat dulu laporanya nanti," kata dia. (Purwadi/Koran SI/mbs)

No comments:

Post a Comment