Tuesday, October 20, 2009

Kreditur Fiktif, Gugatan Pailit TPI Mestinya Tak Diproses

JAKARTA - PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) mengajukan bukti baru dalam kasasi, yakni terkait dua hal yang dinilainya janggal dalam sidang pemutusan pailit yang dilakukan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

"Pastinya akan terkait dengan itu (kejanggalan putusan Pengadilan Niaga)," kata Corporate Secretary TPI Wijaya Kusuma Soebroto, saat dihubungi okezone di Jakarta, Selasa (20/10/2009).

Pertama, ketentuan yang mengharuskan jumlah kreditur yang mengajukan pailit haruslah lebih dari dua. Tapi, dalam masalah ini, hanya ada satu kreditur, PT Crown Capital Global Limited (CCGL). Sementara, kreditur lain yang disebutkan yakni Asian Venture Finance Limited, dinilai perusahaan 'buatan', yang tidak bisa dimasukan dalam kategori kreditur. "Intinya, perusahaan yang mengajukan pailit itu cuma ada satu," tuturnya.

Kedua, dia menjelaskan jika transaksi yang dilakukan atas obligasi jangka panjang (sub ordinated bond) senilai USD53 juta tersebut bukanlah transaksi yang sederhana. "Sedangkan dalam peraturan tentang kepailitan jelas diungkapkan bahwa transaksi yang dapat diajukan pailit adalah transaksi yang sederhana," imbuhnya.

Sebelumnya, kuasa hukum TPI Marx Andryan menjelaskan jika masalah bond ini bukanlah transaksi yang sederhana. "Pada 1993 ditandatangani perjanjian utang piutang antara TPI dengan Brunei Investment Agency (BIA) sebesar USD50 juta. Atas instruki pemilik lama, dana dari BIA tidak ditransfer ke rekening TPI tapi ke rekening pribadi pemilik lama," katanya beberapa waktu lalu.

Marx menuturkan, pada 1996, TPI yang masih dipegang Presiden Direktur Siti Hardiyanti Rukmana alias Mbak Tutut mengeluarkan sub ordinated bond (Sub Bond) sebesar USD53 juta. Utang dalam bentuk sub ordinated bond tersebut dibuat sebagai rekayasa untuk mengelabuhi publik atas pinjaman dari BIA.

Marx menjelaskan, rekayasa terjadi karena ditemukan fakta bahwa uang dari Peregrine Fixed Income Ltd masuk ke rekening TPI pada 26 Desember 1996. Namun, selang sehari tepatnya 27 Desember 1996, uang tersebut langsung ditransfer kembali ke rekening Peregrine Fixed Income Ltd.

"Setelah utang-utang itu dilunasi oleh manajemen baru TPI, dokumen-dokumen asli Sub Bond masih disimpan pemilik lama yang kemudian diduga diambil secara tidak sah oleh Shadik Wahono (yang saat ini menjabat sebagai Direktur Utama PT Cipta Marga Nusaphala Persada)," terang Marx.

Kemudian, lanjut Marx, dokumen Sub Bond itu diperjualbelikan oleh pemilik lama dari Filago Ltd kepada Crown Capital Global Limited (CCGL) tertanggal 27 Desember 2004. Hal ini membuktikan bahwa, dokumen asli Sub Bond yang diambil oleh pemilik lama telah diperjualbelikan. Belakangan diketahui bahwa, Filago adalah perusahaan yang beralamat di Wijaya Graha Puri Blok A No 3-4 Jalan Wijaya 2 Jakarta Selatan. "Ternyata setelah dicek kantor ini adalah milik sah pemilik lama," jelasnya.

Marx menegaskan, transaksi jual beli Sub Bond antara Filago Ltd dengan CCGL hanya menggunakan promissory note (surat perjanjian utang) sehingga tidak ada proses pembayaran. Bahkan, semua transaksi pengalihan Sub Bond tidak pernah diketahui dan dilaporkan ke TPI sebagaimana ketentuan syarat pengalihan Sub Bond. "Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa transaksi tersebut adalah ilegal," kata dia. Berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) TPI pada 21 Juli 2006, PT Media Nusantara Citra (MNC) menjadi pemegang saham TPI terbesar yakni 75 persen.

Dalam laporan keuangan TPI juga tidak pernah tercatat utang TPI dalam bentuk Sub Bond senilai USD53 juta. Berdasarkan hasil audit laporan keuangan TPI yang dilakukan kantor akuntan publik dipastikan bahwa di dalam neraca TPI 2007 dan 2008 juga tidak tercatat adanya kreditur maupun tagihan dari CCGL. Seharusnya utang-hutang obligasi jangka panjang tercatat di dalam pembukuan. Bahkan, kata Marx, pada 2007, MNC sebagai pemilik saham 75 persen di TPI mencatatkan diri sebagai perusahaan terbuka (PT MNC Tbk).

Nah, untuk menjadi perusahaan terbuka harus melalui pemeriksaan yang sangat ketat dan teliti, baik menyangkut keuangan maupun non keuangan oleh lembaga terkait swasta maupun pemerintah. "Dalam proses ini, juga tidak ditemukan adanya utang TPI dalam bentuk Sub Bond senilai USD53 juta," ungkapnya. Namun anehnya, pada 17 September 2009, TPI digugat pailit oleh CCGL yang mengaku sebagai pemilik Sub Bond senilai USD53 juta.

Padahal diketahui, Sub Bond yang sudah dilunasi manajemen baru itu telah diambil secara tidak sah oleh pemilik lama. "Hal ini membuktikan bahwa CCGL memiliki hubungan yang sangat erat dengan pemilik lama. Dengan kata lain, yang mempailitkan TPI adalah pemilik lama dengan menggunakan bendera CCGL," terangnya.(rhs)(mbs)

No comments:

Post a Comment