Sunday, October 18, 2009

INVESTASI PEMULA

Mari Bermain Saham

Pasar saham sudah lama ada di Indonesia. Sayang, hingga kini, jumlah investornya masih sangat terbatas. Padahal, potensi keuntungannya sangat tinggi. Selain itu, cara investasinya sebenarnya juga tidak sulit-sulit amat.
Yang terpenting, investor harus tebal nyali karena risiko bermain saham sangat tinggi.
Saham merupakan salah satu jenis surat berharga yang bisa diperjualbelikan di pasar modal. Saham juga menjadi bukti kepemilikan atau penyertaan modal dalam sebuah perusahaan.
Sebagai pemegang saham, Anda memiliki hak untuk memberikan suara dalam rapat umum pemegang saham (RUPS). Dus, Anda akan ikut menentukan keputusan strategis menyangkut perusahaan itu. Semakin besar porsi saham Anda, tentu saja semakin besar pula kekuatan suara Anda saat RUPS.
Salah satu kelebihan saham dibanding dengan instrumen lainnya adalah bahwa saham sangat likuid. Artinya, Anda mudah memperjual-belikannya di pasar yang disebut bursa saham. Di Indonesia, ada dua bursa saham yang beroperasi saat ini, yakni:
Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES).
Ada dua jenis keuntungan yang bisa Anda peroleh dengan memiliki saham. Keuntungan pertama berupa pembagian laba perusahaan atau dividen.

Contoh: PT Bank Mandiri Tbk membagikan dividen Rp 500 per saham. Jika Anda punya 1 lot (500 saham) saham Mandiri, Anda akan memperoleh total dividen senilai Rp 250.000
Keuntungan kedua berupa kenaikan harga saham yang Anda miliki. Ini sering disebut sebagai capital gain.

Contoh: Anda membeli saham PT Bank BCA Tbk di harga Rp 5.300 per saham, lalu menjual kembali di harga Rp 6.000 per saham. Nah, keuntungan atau capital gain yang Anda peroleh adalah Rp 700 per saham atau 13,2%.
Tapi, sebanding dengan potensi keuntungannya yang tinggi, risiko saham juga tinggi.

Risiko yang pertama adalah risiko tidak memperoleh dividen. Perusahaan umumnya membagikan dividen pada saat kinerjanya meningkat. Sebaliknya, jika kinerja perusahaan menurun atau bahkan merugi, kemungkinan besar ia tak akan membagikan dividen.
Dengan membeli saham, Anda ikut menjadi juragan yang memiliki perusahaan penerbit saham tersebut. Artinya, Anda berhak menerima pembagian keuntungan atau dividen. Tapi, jika perusahaan bangkrut, Anda tidak bisa buru-buru mengklaim hak Anda. Perusahaan akan melunasi kewajibannya kepada pemerintah, karyawan, dan kreditur dahulu. Jika ada sisa, baru pemegang saham memperoleh jatah terakhir.
sebanding dengan potensi keuntungannya yang tinggi, risiko berinvestasi di saham juga tinggi.

Risiko yang kedua adalah risiko penurunan harga saham. Contoh, Anda membeli saham BCA di harga Rp 5.300 per saham. Jika ternyata harga saham BCA justru turun menjadi Rp 5.000, artinya Anda menderita kerugian Rp 300 per saham atau 5,7%. Jika penurunan harga saham itu sangat parah, ada risiko nilai pokok investasi yang Anda tanamkan bisa ludes atau habis tak tersisa (capital loss).
Ada kalanya, perusahaan penerbit saham juga melanggar aturan pasar modal. Jika ini terjadi, biasanya otoritas bursa akan menghentikan perdagangan saham itu untuk sementara (suspend). Akibatnya, selama masa penghentian perdagangan, pemegang saham kehilangan kesempatan untuk memperdagangkan sahamnya di pasar.
Jika pelanggarannya parah, bisa juga otoritas bursa seperti BEJ menendang saham itu keluar dari bursa (delisting). Jika ini terjadi, praktis, Anda tidak bisa lagi memperdagangkan saham itu di bursa saham. Untuk bisa menjual saham yang Anda miliki, Anda harus mencari pembeli di luar bursa. Akibatnya, harga jualnya pun tidak memiliki patokan yang pasti. Hasil tawar-menawar dengan pihak pembeli itulah yang akan menentukan tinggi rendahnya harga jual saham Anda.
Selain itu, ada pula risiko likuidasi. Dalam kondisi tertentu, mungkin saja perusahaan yang sahamnya Anda miliki ternyata bangkrut di belakang hari. Bisa juga perusahaan itu dibangkrutkan atau dipailitkan pihak lain melalui pengadilan. Jika ini terjadi, hak dan klaim pemegang saham menjadi prioritas terakhir.
Dalam proses likuidasi, biasanya perusahaan akan menjual aset-asetnya. Nah, dari hasil penjualan asset-asetnya itu, pertama-tama perusahaan itu harus membayar kewajibannya kepada negara. Selanjutnya, ia juga harus melunasi kewajibannya kepada karyawan dan pihak-pihak yang memberikan pinjaman atau kreditur. Terakhir, jika masih ada dana atau aset tersisa, baru sisa itu dibagikan secara proporsional kepada para pemegang saham. Tapi, jika tak ada sisanya, Anda sebagai pemegang saham tak akan memperoleh apa-apa.
Risiko-risiko itu tentu saja bisa dihindari. Caranya, sebagai investor Anda harus selektif dalam memilih saham-saham yang akan Anda jadikan wahana investasi. Misalnya, Anda bisa memilih perusahaan yang besar, keuntungannya tinggi, namanya terkenal, dan seterusnya.
Ada tiga cara membeli saham. Yakni, di pasar perdana, pasar sekunder, dan melalui reksadana. Khusus di pasar sekunder, Anda hanya bisa memperjualbelikan saham melalui pedagang perantara atau broker. Untuk itu, Anda harus menjadi nasabah salah satu broker anggota bursa di BEJ maupun BES. Broker itu akan meminta setoran dana awal kepada Anda. Nilainya sekitar Rp 25 juta sampai Rp 50 juta.

Ada tiga cara untuk membeli saham :

Yang pertama
adalah di pasar perdana. Ini adalah pasar ketika perusahaan penerbit saham atau emiten mulai menawarkan sahamnya ke investor publik. Istilah kerennya adalah initial public offering atau IPO. Untuk membeli saham saat IPO ini, Anda tinggal memesan saham tersebut melalui perusahaan sekuritas yang menangani IPO tersebut.

Cara yang kedua adalah dengan membeli saham-saham yang sudah tercatat di bursa saham. Untuk membedakan dengan pasar perdana, pasar ini sering disebut sebagai pasar sekunder. Di Indonesia, saat ini, ada dua bursa saham yang beroperasi, yakni Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). Asal tahu saja, saat ini jumlah saham yang sudah tercatat di kedua bursa itu sudah sangat banyak, mencapai lebih dari 300 saham. Jadi, Anda tinggal memilihnya.

Yang terakhir, Anda bisa membeli saham melalui reksadana. Tapi, pembelian saham ini tidak langsung. Anda menyerahkan duit Anda kepada manajer investasi reksadana, dan selanjutnya si manajer investasi yang akan membeli sahamnya.
Kembali ke pembelian saham di pasar sekunder, ada serangkaian proses yang harus Anda lakukan untuk bisa membeli -- dan menjual -- saham di pasar sekunder. Untuk bisa membeli saham di bursa, terlebih dahulu Anda harus menjadi nasabah broker atau pialang yang menjadi anggota BEJ atau BES. Khusus di BEJ, saat ini sudah ada sekitar 120 broker saham yang akan melayani transaksi jual-beli saham Anda di BEJ. Sebut saja nama Danareksa Sekuritas, Trimegah Sekuritas, Mandiri Sekuritas, Kim Eng Securities, BNI Securities, dan masih banyak lagi.
Untuk bisa menjadi nasabah broker itu, biasanya Anda harus menyerahkan fotokopi KTP yang berlaku.
Selanjutnya, Anda juga harus mengisi formulir pendaftaran nasabah. Tapi, yang terpenting, Anda juga harus menyetorkan deposit dana awal ke rekening broker yang sudah ditentukan. Dana ini akan menjadi modal awal investasi Anda.
Berapa deposit awalnya? Masing-masing sekuritas biasanya mematok setoran dana awal yang berbeda-beda. Tapi, umumnya, dana yang diminta lumayan besar, yaitu sekitar Rp 25 juta sampai Rp 50 juta.
Nah, setelah menyetorkan dana itu, Anda sudah bisa mulai bertransaksi. Cuma, Anda tidak bisa bertransaksi langsung ke bursa saham. Untuk membeli atau menjual saham Anda harus menyampaikan pemesanan beli maupun jual kepada broker. Selanjutnya, baru broker yang meneruskannya ke lantai bursa.
Meskipun demikian, keputusan untuk membeli adalah menjual saham tertentu sepenuhnya ada di tangan Anda. Analis atau pengamat saham di broker itu mungkin saja memberikan rekomendasi atau saran, tapi sarannya itu tak mutlak harus Anda ikuti.
Investor hanya bisa menjual atau membeli saham di pasar sekunder melalui broker saham. Jadi, tidak bisa masuk langsung ke bursa. Karena itu ada proses yang harus diikuti oleh investor ketika ia melakukan transaksi jual-beli saham. Aturan ini di satu sisi memberikan keuntungan karena investor tak perlu pusing mencari sendiri lawan transaksinya di pasar. Tapi, konsekuensinya, ada fee broker yang kudu dibayar.
Setelah resmi menjadi nasabah salah satu broker anggota bursa, Anda sudah bisa membeli saham di pasar sekunder. Tapi semua proses pembelian itu harus Anda laksanakan melalui broker atau pialang Anda. Caranya, pertama-tama Anda harus menentukan saham yang akan Anda beli. Idealnya, tentu saja, Anda harus memilih saham yang memberikan keuntungan paling tinggi. Tapi proses penentuan pilihan saham ini lumayan rumit.
Karenanya, kita akan membahasnya di tulisan yang lain. Untuk sekarang, sebagai contoh, misalnya Anda memilih untuk membeli saham PT Telkom Tbk. Simbol atau ticker saham ini di Bursa Efek Jakarta (BEJ) adalah TLKM.
Selanjutnya, tentu saja Anda harus menentukan jumlah saham TLKM yang ingin Anda beli. Oh, ya, satuan pembelian saham adalah lot. Adapun satu lot terdiri dari 500 saham. Jadi, kalau ingin membeli 10.000 saham Telkom, Anda cukup bilang beli 20 lot.
Yang paling penting, Anda juga harus menyampaikan pada harga berapa Anda ingin membeli saham TLKM itu. Taruh kata, karena yakin harga saham TLKM akan naik di masa depan, Anda membeli saham TLKM ini di harga Rp 10.000.
Nah, semua informasi itu wajib Anda sampaikan kepada petugas dealer sekuritas atau broker tersebut. Selajutnya dealer akan meneruskan pesanan anda kepada petugas yang ada di lantai bursa, sering disebut floor trader. Berikutnya, trader akan mencarikan penjual saham Telkom yang cocok dengan harga yang Anda tawarkan. Jika ketemu atau oder Anda terpenuhi, broker akan menyampaikannnya kepada Anda paling telat dalam jangka waktu 1 X 24 jam.
Tapi, Anda tidak bisa menerima bukti kepemilikan saham TLKM Anda saat itu juga. Pasalnya masih perlu proses administrasi. Transaksi itu baru akan selesai dalam jangka waktu 3 hari atau sering disebut T+3. Saat itulah, Anda akan resmi menjadi salah satu pemegang saham Telkom. Tapi, di lain pihak, Anda juga kudu menyerahkan duit pembelian sesuai dengan harga yang disepakati.
Nah, Saat Anda ingin menjual saham tersebut, Anda juga musti melalui proses yang sama. Anda tinggal pasang order jual dengan menyampaikan informasi soal saham yang ingin dijual, jumlah saham yang ingin dijual, dan harga jualnya. Begitu ketemu pembeli yang cocok, dealer akan menyampaikannya kepada Anda. Selanjutnya, dalam periode T+3 Anda sudah bisa menerima duit Anda.
Kadangkala, seorang pembeli saham tidak bisa menyerahkan uang pembelian saham sampai batas waktu 3 hari itu. Jika ini terjadi, investor itu disebut telah melakukan gagal bayar.
Karena Anda menggunakan jasa perantara broker, tentu saja Ada biaya jasa broker yang harus Anda bayarkan. Biaya atau fee untuk transaksi beli umumnya sekitar 0,25% sampai 0,3% dari nilai transaksi. Sementara untuk transaksi jual, biaya brokernya adalah sekitar 0,35% sampai 0,4%. Mungkin Anda bertanya kenapa fee transaksi jual lebih mahal 0,1%. Jawabannya: soalnya penjualan saham memang dikenai pajak penghasilan (PPh) sebesar 0,1% dari nilai transaksi.
Agar keuntungannya lebih maksimal, idealnya Anda kudu mencari broker yang memasang fee paling murah. Tapi, fee juga buka pertimbangan satu-satunya. Ada hal-hal penting lainnya yang harus Anda perhatikan seperti fasilitas dan rekam jejak mereka.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi naik-turunnya harga saham suatu perusahaan. Tapi, Anda baru harus tahu bahwa investor saham biasanya bereaksi lebih dahulu sebelum peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi harga saham itu benar-benar terjadi. Istilahnya: buy on rumors sell on fact. Karena itulah, jika tak ingin ketinggalan kereta, investor harus rajin-rajin mengikuti berita di pasar.
Harga saham perusahan bisa naik atau turun. Penyebab yang tertama adalah factor permintaan (demand) dan penawaran (supply). Jika dalam satu hari lebih banyak investor yang ingin membeli saham A dari pada yang ingin menjualnya, otomatis harga saham A itu akan naik. Soalnya barang yang tersedia sedikit, tapi yang menginginkannya banyak.
Adapun permintaan dan penawaran saham sendiri dipengaruhi oleh banyak hal. Yang pertama adalah pergerakan suku bunga. Pada saat suku bunga cenderung naik, harga saham-saham akan cenderung turun. Pasalnya, sebagian investor mungkin akan menjual sahamnya dan kemudian memindahkan uangnya ke deposito perbankan yang bunganya ikut naik. Harap diingat bahwa risiko membiakkan duit di deposito jauh lebih rendah jika dibandingkan risiko investasi di saham. Nah, kalau deposito yang risikonya rendah itu memberikan keuntungan yang semakin tinggi, wajar jika investor memburunya.
Sebaliknya, jika suku bunga turun- seperti sekarang - harga saham-saham akan cenderung meningkat. Soalnya investor menarik dananya dari deposito yang bunganya layu dan mencari investasi lain yang lebih menguntungkan; termasuk saham. Ujungnya, permintaan akan saham-saham naik dan harganya juga terkerek.
Masih berhubungan erat dengan suku bunga, inflasi - atau kenaikan harga barang dan jasa- juga bisa membuat harga saham-saham turun. Contoh yang paling riil adalah yang terjadi baru-baru ini. Karena inflasi di China naik tinggi, harga saham-saham di bursa Shanghai merosot cukup dalam. Penyebabnya karena inflasi yang tinggi itu membuat pelaku pasar meramalkan bunga di China akan naik.
Selain dua faktor makro ekonomi itu, ada faktor lain yang sangat mempengaruhi harga saham, yakni kinerja perusahaan penerbit saham tersebut. Semakin tinggi penjualan dan terutama laba bersih perusahaan itu, investor akan semakin memburunya dan harga sahamnya akan cenderung naik.
Pasalnya, laba bersih adalah modal utama bagi sebuah perusahaan untuk bisa berkembang. Tak mungkin sebuah
perusahaan bisa maju jika ia tidak pernah membukukan untung. Adapun harga saham pada dasarnya ada cermin dari nilai perusahaan. Jadi, semakin tinggi nilai perusahaan, akan semakin tinggi pula harga sahamnya. Jangan lupa pula bahwa, semakin tinggi keuntungan suatu perusahaan, akan semakin tinggi pula dividen atau pembagian keuntungan yang bisa dibagikan kepada investor.
Harga saham kadangkala juga dipengaruhi oleh faktor politik, sosial, dan keamanan. Contohnya ketika terjadi ledakan bom di berbagai wilayah Indonesia beberapa waktu lalu, harga saham-saham cenderung turun. Ketidakpastian soal kebijakan pemerintah, kerusuhan, dan banjir juga bisa mempengaruhi harga saham-saham.
Anda pasti sudah mafhum bahwa harga saham bisa naik atau turun. Nah, perubahan harga saham itu bisa terjadi setiap menit, atau bahkan setiap detik. Karenanya, investor -- terutama investor yang ingin menangguk keuntungan dari naik-turunnya harga saham jangka pendek -- harus memantau harga saham-saham yang dimilikinya. Bahkan, kalau bisa, investor harus memantaunya setiap saat.
Tujuannya adalah tentu saja agar keuntungan atau cuan yang Anda peroleh bisa lebih maksimal. Dengan memantau harga saham, Anda bisa tahu saham-saham mana saja yang sedang murah harganya dan layak dibeli. Anda juga bisa segera menjual saham-saham yang harganya sudah naik tinggi untuk memetik keuntungan.
Sebaliknya, dengan memantau harganya, Anda bisa mengantisipasi kalau-kalau harga saham itu merosot. Jika Anda tidak mengamatinya, mungkin Anda akan terkaget-kaget begitu melihat harga saham Anda ternyata sudah merosot sangat dalam dibandingkan harga belinya. Artinya, kerugian Anda sudah sangat besar. Kalau Anda sudah memantau penurunan harga saham itu, Anda bisa cepat-cepat menjualnya untuk mengurangi kerugian (cut loss).
Ada banyak cara jika Anda ingin memantau sendiri harga saham di pasar. Cara yang paling sederhana adalah dengan melihat data harga saham di koran-koran bisnis dan investasi, termasuk Harian KONTAN. Setiap hari, koran-koran itu menampilkan harga semua saham-saham yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) di hari sebelumnya. Data itu juga menampilkan besar kenaikan atau penurunan masing-masing harga saham. Cuma kelemahannya, informasi di koran hanya menampilkan harga penutupan saham di hari sebelumnya. Artinya, Anda tidak bisa mencermati pergerakan harga saham dalam satu hari melalui koran.
Nah, untuk mencermati pergerakan harga saham secara terus-menerus (real time), mau tidak mau Anda harus berlangganan informasi harga saham. Kebetulan di Indonesia ada beberapa perusahaan yang "menjual" data transaksi dan harga saham real time di BEJ. Misalnya, ada RTI, IMQ, dan Limas. Harga langganannya bervariasi, antara Rp 100.000 sampai Rp 2 juta per bulan; bergantung pada kelengkapan data yang Anda minta. Enaknya, beberapa perusahaan itu juga sudah menyediakan jasa pemantauan saham melalui telepon genggam. Jadi, sambil memancing atau bertamasya pun Anda tetap bisa memantau harga saham.
Jika Anda tak mau mencermati harga saham secara mandiri, Artinya Anda harus bergantung pada broker atau pialang Anda. Setiap hari, broker biasanya aktif memberikan informasi kepada nasabahnya tentang kondisi pasar saham. Bahkan, broker yang bagus biasanya setiap hari juga memberikan rekomendasi saham-saham apa saja yang layak untuk dibeli atau harus segera dijual.

No comments:

Post a Comment